Minggu, 04 November 2012

Perkembangan Penyesuaian Diri Peserta Didik


PERKEMBANGAN PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK

stain batusangkar

OLEH :
ANESA SASTRA
(10 107 003)
DEWI SUSANTI
(10 107 006)
ABDUL ARIF RAHMAN
(10 107
NURHIDAYATI
(10 107
DOSEN PEMBIMBING :
1.     Fadillah syafwar,M.Ag
2.      
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI FISIKA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
BATUSANGKAR
2012






BAB 11
PEMBAHASAN
PERKEMBANGAN PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK

A.                PENGERTIAN PENYESUAIAN DIRI

Pengertian diri merupakan suatu konstruk psikologi yang luas dan kompleks, serta melibatkan semua reaksi individu terhadap tuntutan baik dari lingkungan luar maupun dari dalam individu itu sendiri. Dengan masalah lain, masalah penyesuaian diri menyangkut seluruh aspek kepribadian individu dalam interaksi nya dengan lingkungan dalam dan luar dirinya.

                  Pengertian Penyesuaian Diri
              Individu adalah makhluk yang unik dan dinamik,tumbuh dan berkembang, serta memiliki keragaman kebutuhan, baik dalam jenis, tataran(level),maupun itentitasnya.
              Proses pemenuhan kebutuhan ini pada hakikatnya merupakan proses penyesuaian diri.dalam hal ini Mustafa Fahmi(1997) menulis;
   “pengertian luas tentang proses penyesuaian terbentuk sesuai dengan hubungan individu dengan lingkungan sosialnya,yang dituntut dari individu tidak hanya mengubah kelakuannya dalam memghadapi kebutuhan-kebutuhan dirinya dari dalam dan keadaan di luar, dalam lingkungan di mana dia hidup,akan tetapi juga di tuntut untuk menyesuaikan diri dengan orang lain
   Penyesuaian diri pada prinsipnya adalah suatu proses yang mencakup respons mental dan tingkah laku, dengan mana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, sehimngga terwujud tingkah keselarasanbatau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh linkungan di mana ia tinggal.
   Menurut Baum (1985), tingkah laku penyesuaian diri diawali dengan stress, yaitu suatu keadaan dimana lingkungan mengancam atau membahayakan keberadaan atau kesejahteraan atau kenyamanan diri seorang.
   Perbedaan individu ini menyebabkan konsep penyesuaian diri menjadi relatif sifatnya, sehingga tidak dapat dibuat suatu pilihan cara dalam menghadapi stres tertentu secara pasti. Menurut Schneider (1964), penyesuaian diri dikatakan relative karena:
1.                        Penyesuaian diri dirumuskan dan dievaluasi dalam pengertian kemauan seseorang untuk mengubah atau untuk mengatasi tuntutan yang menganggunya.
2.                        Kualiatas dari penyesuaian diri berubah-ubah terhadap pekembangannya. Yang berhubungan dengan masyarakat dan kebudayaan.
3.                        Adanya variasi tetentu pada individu.

B.                 ASPEK-ASPEK PENYESUAIAN DIRI

Penyesuaian diri yang sehat lebih merunjuk pada konsep “sehat”nya kehidupan pribadi sesorang, baik dalam hubungannya dengan diri sendiri,dengan orang lain, maupun dengan lingkungannya. System penyesuain diri ini merupakan kondisi untuk mengembangkan diri secara optimal.
Mengacu pada beberapa konsep tentang sehatnya kepribadian individu yang diajukan oleh beberapa ahli, sperti kepribadian normal (Cole 1953), kepribadian produktif(Fromm dan Gilmore, 1947), dan psiko-higine (Sikun pribadi, 1971), maka secara garis besar penyesuaian diri yang sehat dapat dilihat dari empat aspek kepribadian yaitu:

1.                  Kematangan emosional mencakup aspek-aspek:
a.                   Kemantapan suasana kehidupan emosional.
b.                  Kemantapan Susana kehidupan kebersamaan dengan orang lain.
c.                   Kemampuan untuk santai, gembira dan menyatakan kejengkelan
d.                  Sikap dan perasaan terhadap kemampuan dan kenyataaan diri sendiri.
2.                  Kematangan intelektual mencakup aspek-aspek:
a.                   Kemampuan mencapai wawasan diri sendiri.
b.                  Kemampuan memahami orang lain dan keragamanya.
c.                   Kemampuan mengambil keputusan.
d.                  Keterbukaan dalam mengenal lingkungan.
3.                  Kematangan social mencakup aspek-aspek:
a.                   Keterlibatan dalam partisipasi social.
b.                  Kesediaan kerja sama
c.                   Kemampuan kepemimpinan.
d.                  Sikap toleransi .
e.                   Keakraban dalam pergaulan.
4.                  Tanggung jawab mencakup aspek-aspek:
a.                   Sikap produktif dalam mengembangkan diri.
b.                  Melakukan perencanaan dan melaksanakannya secara fleksibel.
c.                   Kesadaran akan etika dan hidup jujur.
d.                  Sukap altruism, empati, bersahabat dalam hubungan interpersonal.
e.                   Melihat prilaku dari segi kosekuensi atas dasar system nilai.
f.                   Kemampuan bertindak independen.




C.                PENYESUAIAN DIRI YANG BAIK
Penyesuaian diri yang baik yang selalu ingin diraih setiap orang tidak akan dapat tercapai kecuali bila kehidupan orang tersebut benar–benar terhindar dari tekanan, goncangan dan ketegangan jiwa yang bermacam–macam dan orang tersebut mampu untuk menghadapi kesukaran dengan cara objektif serta berpengaruh bagi kehidupannya serta menikmati kehidupannya dengan stabil, tenang, senang, tertarik untuk bekerja dan berprestasi.

Pada dasarnya pembentukan penyesuaian diri melibatkan individu dengan lingkungannya antara lain:
1. Lingkungan Keluarga
Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindarkan atau dipecahkan bila individu dibesarkan dalam keluarga dimana terdapat keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan. Dengan demikian penyesuaian diri akan menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu merasakan bahwa kehidupannya berarti.
Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang individu. Dalam prakteknya banyak orang tua yang mengetahui hal ini namun mengabaikannya dengan alasan mengejar karir dan mencari  penghasilan yang besar demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan menjamin masa depan anak–anak.
Hal ini sering kali ditanggapi negatif oleh anak dengan merasa bahwa dirinya tidak disayangi, diremehkan bahkan dibenci. Bila hal tersebut terjadi berulang–ulang dalam jangka waktu yang cukup panjang (terutama pada masa kanak–kanak) maka akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan individu dalam menyesuaikan diri  dikemudian hari. Meskipun bagi remaja hal ini kurang berpengaruh, karena remaja sudah lebih matang pemahamannya, namun tidak menutup kemungkinan pada beberapa remaja kondisi tersebut akan membuat dirinya tertekan, cemas dan stres.
2. Lingkungan Teman Sebaya
Begitu pula dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat diantara kawan-kawan semakin penting pada masa remaja dibandingkan masa–masa lainnya. Suatu hal yang sulit bagi remaja menjauh dari temannya, individu mencurahkan kepada teman– temannya apa yang tersimpan di dalam hatinya dari anggan–anggan, pemikiran, dan perasaan. Ia mengungkapkan kepada mereka scara bebas tentang rencananya, cita–citanya dan dorongan-dorongannya. Dalam semua itu individu menemukan telinga yang mau mendengarkan apa yang dikatakannya dan hati yang terbuka untuk bersatu dengannya.
Dengan demikian pengertian yang diterima dari temanya akan membantu dirinya dalam penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri. Ini sangat membantu diri individu dalam memahami pola–pola dan ciri–ciri yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain. Semakin mengerti akan dirinya. Maka individu akan semakin meningkat kebutuhannya dan berusaha menerima dirinya dan mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Dengan demikian dia akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
3. Lingkungan Sekolah
Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja akan tetapi juga mencakup tanggung jawab pendidikan secara luas. Demikian pula dengan guru, tugasnya tidak hanya mengajar tetapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi pembentuk masa depan. Ia adalah langkah pertama dalam pembentukan  kehidupan yang menuntut individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.
Pendidikan modern menuntut guru atau pendidik untuk mengamati perkebangan individu dan mampu menyusun system pendidikan sesuai dengan perkembangan tersebut. Dalam pengertian ini berarti proses pendidikan merupakan penciptaan penyesuaian antara individu dengan nilai–nilai yang diharuskan oleh lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan spiritual individu.
Keberhasilan proses ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode yang digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian tersebut. Jadi disini peran guru sangat berperan  penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri individu.

Bentuk-bentuk Penyesuaian Diri
Menurut Sunarto dan Hartono (1995) terdapat bentuk-bentuk dari penyesuaian diri, yaitu:
1. Penyesuaian diri positif ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:
a.     Tidak adanya ketegangan emosional.
b.     Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis.
c.     Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi.
d.     Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri.
e.     Mampu dalam belajar.                                             
f.      Menghargai pengalaman.
g.     Bersikap realistik dan objektif.

Dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukannya dalam berbagai bentuk, antara lain:

a. Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung. Individu secara langsung menghadapi masalah dengan segala akibatnya. Misalnya seorang siswa yang terlambat dalam menyerahkan tugas karena sakit, maka ia menghadapinya secara langsung, ia mengemukakan segala masalahnya kepada guru.
b. Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan). Individu mencari bahan pengalaman untuk dapat menghadapi dan memecahkan masalahnya. Misal seorang siswa yang merasa kurang mampu dalam mengerjakan tugas, ia akan mencari bahan dalam upaya menyelesaikan tugas tersebut, dengan membaca buku, konsultasi, diskusi, dan sebagainya.
c. Penyesuaian dengan trial and error atau coba-coba. Individu melakukan suatu tindakan coba-coba, jika menguntungkan diteruskan dan jika gagal tidak diteruskan.
d. Penyesuaian dengan substitusi atau mencari pengganti. Jika individu merasa gagal dalam menghadapi masalah, maka ia dapat memperoleh penyesuaian dengan jalan mencari pengganti. Misalnya gagal nonton film di gedung bioskop, dia pindah nonton TV.
e. Penyesuaian dengan menggali kemampuan pribadi. Individu mencoba menggali kemampuan-kemampuan khusus dalam dirinya, dan kemudian dikembangkan sehingga dapat membantu penyesuaian diri. Misal seorang siswa yang mempunyai kesulitan dalam keuangan, berusaha mengembangkan kemampuannya dalam menulis (mengarang), dari usaha mengarang ia dapat membantu mengatasi kesulitan dalam keuangan.
f. Penyesuaian dengan belajar. Individu melalui belajar akan banyak memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dapat membantu menyesuaikan diri. Misal seorang guru akan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak belajar tentang berbagai pengetahuan keguruan.
g. Penyesuaian dengan inhibisi dan pengendalian diri. Individu berusaha memilih tindakan mana yang harus dilakukan, dan tindakan mana yang tidak perlu dilakukan. Cara inilah yang disebut inhibisi. Selain itu, individu harus mampu mengendalikan dirinya dalam melakukan tindakannya.
h. Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat. Individu mengambil keputusan dengan pertimbangan yang cermat dari berbagai segi, antara lain segi untung dan ruginya.
2. Penyesuaian diri yang salah
Penyesuaian diri yang salah ditandai dengan berbagai bentuk tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, emosional, sikap yang tidak realistik, agresif, dan sebagainya.
Ada tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian yang salah yaitu:
a. Reaksi bertahan (defence reaction)
Individu berusaha untuk mempertahankan diri, seolah-olah tidak menghadapi kegagalan. Bentuk khusus reaksi ini antara lain:
b. Rasionalisasi, yaitu bertahan dengan mencari-cari alasan untuk membenarkan tindakannya.
c. Represi, yaitu berusaha melupakan pengalamannya yang kurang menyenangkan. Misalnya seorang pemuda berusaha melupakan kegagalan cintanya dengan seorang gadis.
d.  Proyeksi, yaitu melempar sebab kegagalan dirinya kepada pihak lain untuk mencari alasan yang dapat diterima. Misalnya seorang siswa yang tidak lulus mengatakan bahwa gurunya membenci dirinya.
e. Sour grapes (anggur kecut), yaitu dengan memutarbalikkan kenyataan. Misalnya seorang siswa yang gagal mengetik, mengatakan bahwa mesin tik-nya rusak, padahal dia sendiri tidak bisa mengetik.
f.    Reaksi menyerang (aggressive reaction)
Reaksi-reaksi menyerang nampak dalam tingkah laku : selalu membenarkan diri sendiri, mau berkuasa dalam setiap situasi, mau memiliki segalanya, bersikap senang mengganggu orang lain, menggertak baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan, menunjukkkan sikap permusuhan secara terbuka, menunjukkan sikap menyerang dan merusak, keras kepala dalam perbuatannya, bersikap balas dendam, memperkosa hak orang lain, tindakan yang serampangan, marah secara sadis.
g.   Reaksi melarikan diri (escape reaction)
Reaksi melarikan diri, nampak dalam tingkah laku seperti berfantasi, yaitu memuaskan keinginan yang tidak tercapai dalam bentuk angan-angan, banyak tidur, minum-minuman keras, bunuh diri, menjadi pecandu ganja, narkotika, dan regresi yaitu kembali kepada tingkah laku yang tipis pada tingkat perkembangan yang lebih awal, misalnya orang dewasa yang bersikap dan berwatak seperti anak kecil, dan lain-lain.



D.                FAKTOR –FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYESUAI DIRI

Individu dalam memberikan penilaian tentang baik buruknya penyesuaian, hendaknya juga perlu memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penilaian individu tentang hal tersebut. Hal ini penting untuk diketahui agar individu dapat mengurangi salah penafsiran dalam memahami penyesuaian seseorang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri itu sebagai resources. Resources di definisikan sebagai hal-hal yang dapat melindungi individu dari efek frustasi dan kehilangan, sehingga individu dapat mengatasi berbagai rintangan dalam hidupnya. Dengan demikian resources sangat dibutuhkan untuk proses penyesuaian diri yang baik. Resources tersebut adalah:
1.   Kemampuan untuk mempertahankan hubungan yang baik dengan orang lain
Dalam menjalin hubungan yang suportif terdapat hubungan erat yang sangat hangat, saling memberikan perhatian dan dukungan, serta perasaan-perasaan yang dapat di ekspresikan.
2.   Kondisi fisik yang sehat
Secara umum kesehatan, tingkat energi dan kekuatan sangat berperan dalam mengatasi stress emosional dalam kehidupan, sehingga membantu dalam melakukan penyesuaian diri. Daya kesembuhan sangat berperan bagi individu dalam mengahadap persoalan dalam hidupnya hal ini juga termasuk tempramen seseorang.
3.   Intelegensi
Kesuksesan psikoterapi berhubungan dengan persepsi superior, memori, analisi, pemikiran, kepintaran dan kemampuan verbal individu.
4.   Hobi dan Minat-minat tertentu
Suatu aktivitas kegemaran atau hobi yang benar-benar dinikimati pada saat melakukannya dapat berfungsi sebagai penahan dan penyegaran yang dapat meminimalkan dan membantu individu tersebut dalam mentolerir ketegangan dan kecemasan yang dirasakannya, serta dapat membantu dalam mempertahankan penyesuaian diri yang baik.
5.   Keyakinan religius
Dengan tingkat religius yang tinggi akan menguatkan individu dalam menghadapi permasalahan dalam kehidupannya sehingga ia dapat melakukan penyesuaian diri dengan baik.
6.   Impian
Cita-cita, tujuan hidup, ideologi, atau persepsi dan sikap mengenai dirinya sendiri dapat memotivasi individu untuk berusaha tersu-menerus dalam melakukan penyesuaian diri.
E.                 Implikasi Penyesuaian Diri dengan Proses Pembelajaran

Kesimpulan Ditinjau dari segi pendidikan khususnya dalam segi pembelajaran, yang
penting adalah bahwa potensi setiap peserta didik (termasuk kemampuan
intelektualnya) harus dipupuk dan dikembangkan. Untuk itu sangat diperlukan
kondisi-kondisi lingkungan yang memungkinkan berkembangnya kemampuan intelektual
tersebut. Conny Semiawan (1994) mengemukakan bahwa dua buah kondisi yaitu
keamanan psikologis dan kebebasan psikologis. Peserta didik akan merasa aman
secara psikologis apabila:
1. Pendidik dapat menerima peserta didik sebagaimana adanya tanpa syarat dengan segala
kekuatan dan kelemahannnya serta memberi kepercayaan padanya bahwa ia baik dan
mampu.
2. Pendidik mengusahakan suasana dimana peserta didik tidak merasa dinilai oleh orang lain.
3. Pendidik memberi pengertian dalam arti dapat memahami pemikiran, perasaan dan perilaku
peserta didik, dapat menempatkan diri dalam situasi anak, dan melihat dari sudut
pandang anak.
Teorri Pieget mengenai perkembangan kognitif, sangat erat dan penting
hubungannya dengan umur serta perkembangan moral. Konsep tersebut menunjukan
bahwa aktifitas adalah sebagai unsur pokok dalam perkembangan kognitif.
Pengalaman belajar yang aktif cenderung untuk memajukan perkembangan kognitif,
sedangkan pengalaman belajar yang pasif dan hanya menikmati pengalaman orang
laian saja akan mempunyai konsekuensi yang minimal terhadap perkembangan
kognitif termasuk didalamnya perkembangan intelektual.
Model Pendidikan yang aktif adalah model yang tidak menunggu sampai
peserta didik siap sendiri. Tetapi sekolahlah yang mengatur lingkungan belajar
sedemikan rupa sehingga dapat memberi kemungkinan maksimal pada peserta didik
untuk berinteraksi. Dengan lingkungan yang penuh rangsangan untuk belajar
tersebut, proses pembelajaran yang aktif akan terjadi sehingga mampu membawa
peserta didik utuk maju ke taraf/tahap berikutnya. Dalam hal ini pendidik
handaknya menyadari benar-benar bahwa perkembangan intelektual anak berada
ditangannya. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain:
1. Menciptakan interksi atau hubungan yang akrab dengan peserta didik.
2. Memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk berdialog dengan orang-orang yang
ahli dan berpengalaman dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan akan sangat
menunjang perkembangan intelaktual anak.
3. Menjaga dan meningkatkan pertumbuhan fisik peserta didik baik mlalui kegiatan olah raga
maupun menyediakan gizi yang cukup, sangat penting bagi perkembangan berfikir
peserta didik.
4. Meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik baik melalui mass-media cetak maupun
menyediakan situasi yang memungkinkan peserta didik berpendapat atau
mengemukakan ide-idenya, sengat besar pengaruhnya bagi perkembangan intelektual
peserta didik.
Implikasi
Faktor Fisisk Teerhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Dalam penyelenggaraan pendidikan, perlu diperhatikn sarana dan prasarana
yang ada jangan sampai menimbulkan gangguan pada peserta didik. Misalnya:
tempat didik yang kurang seuai, ruangan yang gelap dan terlalu sempit yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan. Disamping itu juga perlu diperhatikan waktu
istirahat yang cukup. Penting juga untuk menjaga supaya fisik tetap sehat
adanya jam-jam olah raga bagi peserta didik di luar jam pelajaran. Misalnya:
merlalui kegiatan ekstra kurikuler kelompok olah raga, bela diri, dan
sejenisnya.
Implikasi
Faktor Emosional terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Perkembangan emosi peserta didik sengat erat kaitannya dengan
factor-faktor: perubahan jasmani, perubahan dalam hubungannya dengan orang tua,
perubahan dalam hubungannya dalam teman-teman, perubahan pandangan luar (dunia
luar) dan perubahan dalam hubungannya dengan sekolah. Oleh karena itu perbedaan
individual dalam perkembangan emosi sangat dimungkinkan terjadi, bahkan
diramalkan pasti dapat terjadi.
Dalam rangka menghadapi luapan emosi remaja, sebaiknya ditangani dengan
sikap yang tenang dan santai. Orang tua dan pendidik harus bersikap tenang,
bersuasana hati baik dan penuh pengertian. Orang tua dan pendidik sedapat
mungkin tidak memperlihatkan kegelisahannya maupun ikut terbawa emosinya dalam
menghadapi emosi remaja.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa untuk mengurangi luapan emosi peserta didik
perlu dihindari larangan yang tidak terlalu penting. Mengurangi pembatasan dan
tututan terhadap remaja harus disesuaikan dengan kemampuan mereka. Sebaiknya
memberi tugas yang dapat diselesaikan dan jangan memberi tugas dan peraturan
yang tidak mungkin di lakukan.
Implikasi
Faktor Sosial-Kultural terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Usia remaja adalah usia yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara
kuantitatif maupun secara kualitatif, baik fisik maupun psikisnya. Menganggap
dirinya bukan anak-anak lagi, tetapi sekelilingnya menganggap mereka belum
dewasa. Dengan beberapa problem yang dialaminya pada masa ini, akibatnya mereka
melepaskan diri dari orang tau dan mengarahkan perhatiannya pada lingkuan di
luar keluarganya untuk bergabung dengan teman sekebudayaannya, guru dan
sebagainya. Lingkunga teman memgang peranan dalam kehidupan remaja.
Selanjutnya sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang diserahi tugas
untuk mendidik, tidak kecil peranannya dalam rangka mengembangkan hubungan
sosial peserta didik. Jika dalam hal ini guru tetap berpegang sebagai tokoh
intelektual dan tokoh otoritas yang memegang kekuasaan penuh sepeerti ketika
anak-anak belum menginjak remaja, maka sikap sosial atau hubungan sosial anak
akan sulit untuk dikembangkan. Untuk itu rambu-rambu berikut dapat digunakan
sebagai titik tolak untuk pengembangan hubungan sosial peserta didik:
1. Sekolah harus merupakan dasar untuk perkembangan kepribadian peserta didik.
2. Saling menghargai merupakan kunci yang dapat digunakan untuk menanggulangi
masalah-masalah yang timbul dalam hubungan dengan peserta didik yang bertabiat
apapun
3. Pola pengajaran yang demokratis merupakan alternatif yang sangat bermanfaat bagi
guru.
Implikasi
Faktor Bakat Khusus terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Berbeda dengan kemampuan yang menunjuk pada suatu “performance” yang
dapat dilakukan sekarang, bakat sebagai potensi masih memerlukan latihan dan
pendidikan agar “suatu performance” dapat dilakukan pada masa yang akan datang
(Semiawan, 1987; Munandar, 1992). Hal ini memberikan pemahaman bahwa bakat
khusus sebagai “potential ability” untuk dapat terwujud sebagai “performance”
atau perilaku yang nyata dalam bentuk suatu prestasi yang menonjol masih
memerlukan latihan dan pengembangan lebih lanjut.
Dalam kaitan ini untuk menunjang perkembangan bakat umum maupun bakat
khusus terlebih supaya mencapai titik optimal di kalangan peserta didik usia
sekolah menengah perlu dilakukan langkah-langkah antara lain:
1. Dikembangkan suatu situasi dan kondisi yang memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk
mengembangkan bakat-bakatnya, dengan selalu mengusahakan adanya dukungan
psikologis maupun fisiologis.
2. Dilakukan usaha menumbuh kembangkan minat dan motivasi berprestasi yang tinggi serta
kegigihan dalam melakukanusaha dikalangan anak dan remaja, baik dalam lingkungan
keluarga, sekolah, maupun masyarakat oleh semua pihak yang terkait secara
terpadu.
3. Dikembangkannya program pendidikan berdiferensi di lingkungan lembaga pendidikan
formal (sekolah) guna memberikan pelayanan secara lebih efektif kepada peserta
didik yang memiliki bakat khusus menojol.
Implikasi
Faktor Komunikasi terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Tiga tingkatan kemampuan peserta didik sebagaimana dikemukakan di atas tentunya
akan sangat mempengaruhi aktivitas komunikasi dua arah antara pendidik dengan
peserta didik. Persoalannya adalah bagaimana untuk menjadi pendidik yang
memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik ? Beberapa hal dibawah ini dapat
digunakan sebagai acuan oleh orang-orang yang berkecimpung dalam dunia
pendidikan .
1. Memberi penjelasan
Dalam menyampaikan informasi kepada peserta didik (yang berkaitan dengan
iptek), hendaknya:
a. Menentukan hal-hal pokoknya dan hubungannya satu sama lainnya.
b. Memberi penjelasan yang meyakinkan artinya menerangkan hal-hal yang benar dan
menghindari penjelasan yang salah baik disengaja maupun tidak.
c. Memberi penjelasan secara gamblang dan sederhana sehingga sehingga semua peserta didik
dapat menangkapnya dengan baik.
d. Menghindari berbicara dengan bahasa yang muluk, dan mengusahakan berbicara dengan bahasa
yang mudah dimengerti oleh peserta didik.
e. Menghindari penggunaan kata-kata yang tidak jelas, tidak pasti dan tidak tegas.
f. Memeriksa kembali penjelasan apakah semua peserta didik telah mengerti terhadap informasi
yang disampaikannya.
2. Mengajukan pertanyaan
Pertanyaan yang diajukan oleh pengajar dapat digolongkan dalam dua jenis,
yaitu pertanyaan “tingkat tinggi” dan pertanyaan “tingkat rendah”. Pertanyaan
tingkat tinggi adalah pertanyaan yang menuntut pemikiran abstrak, sedangkan
pertanyaan tingkat rendah adalah pertanyaan yang menyangkut fakta, pengetahuan
sederhana, dan penerapan pengertian.
Hal yang perlu diusahakan oleh pendidik dalam kaitannya dengan kegiatan
ini adalah :
a. Mengulangi pertanyaan yang diajukan oleh peserta didik dengan maksud agar peserta didik
yang lain mengetahui secara jelas masalah yang ditanyakan.
b. Menempatkan pertanyaan peserta didik dalam konteks keseluruhan bahan pelajaran.
c. Merangsang peserta didik agar mau mengajukan pertanyaan.
d. Merespon pertanyaan dengan baik.
1.      Memberikan Umpan Balik
Dengan umpan balik akan diketahui apakah komunikasi dua arah sudah
tercapai dengan baik atau belum. Umpan balik ini berlaku baik dari pengajar
kepada peserta didik atau sebaliknya.
Implikasi
Pertumbuhan/Perkembangan/Kematangan Peserta Didik terhadap Penyelenggaraan
Pendidikan
Sebagai individu yang sedang tumbuh dan berkembang, maka proses pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik tersebut sangat dipengaruhi oleh adanya interaksi
antara dua faktor yang sama-sama penting kedudukannya yaitu faktor hereditas dan
faktor lingkungan. Keberadaan dua faktor tersebut tidak bisa dipisakan satu sama
lainnya karena kenyataannya kedua faktor tersebut tidak bekerja sendiri-sendiri
dalam operasionalnya.
Atas dasar sedikit informasi tersebut di atas, maka dapatlah ditarik beberapa
butir implikasi pertumbuhan/perkembangan/kematangan peserta didik terhadap
penyelenggaraan pendidikan sebagai berikut:
1.                  Pertumbuhan dan perkembangan manusia sejak lahir berlangsung dalam lingkungan
sosial yang meliputi semua manusia yang berada dalam lingkungan hidup itu.
2.                  Interaksi manusia dengan lingkungannya sejak lahir menghendaki penguasaan lingkungan
maupun penyesuaian diri pada lingkungan.
3.                  Dalam interaksi sosial, manusia sejak lahir telah menjadi anggota kelompok sosial
yang dalam hal ini ialah keluarga.
4.                  Atas dasar keterikatan dan kewajiban sosial para pendidik terutama orang tua, maka
anak senantiasa berusaha menciptakan lingkungan fisik, lingkungan sosial,
serta lingkungan psikis yang sebaik-baiknya bagi proses pertumbuhan dan
perkembangannya.
5.                  Setelah umur kronologis mencapai lingkungan tertentu, anak telah mencapai berbagai
tingkat kematangan intelektual, sosial, emosional, serta kemampuan jasmani
yang lain.
6.                  Kematangan sosial merupakan landasan bagi kematangan intelektual, karena
perkembangan kecerdasan berlangsung dalam lingkungan sosial tersebut.
7.                  Kematangan emosional melandasi kematangan sosial dan kematangan intelektual,
karena sebagian besar tingkah laku manusia dikuasai atau ditentukan oleh
kondisi perasaannya.
8.                  Kematangan jasmani merupakan dasar yang melandasi semua kematangan sebagimana
dimaksudkan di atas.
9.                  Pendidik yang berkecimpung dalam pengasuhan anak dalam perkembangan di masa kanak-kanak hendaklah memperhatikan keterkaitan antara berbagai segi kematangan jasmani
dan rohani anak dalam menciptakan lingkungan belajar yang efektif.
10.              Hasil-hasil belajar yang mendasari hidup bermasyarakat banyak dicapai oleh
anak dalam keluarga terutama semasa masih kanak-kanak, yaitu sikap dan pola
tingkah laku terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain.
11.              Iklim emosional yang menjiwai keluarga itu meliputi: hubungan emosional antara
keluarga, kadar kebebasan menyatakan diri dan tanggung jawab dalam pengambilan
keputusan.
12.              Seorang anak dimana anak sekolah adalah seorang realis yang hendak mengenal kenyataan
di sekitarnya menurut keadaan senyatanya atau objektif apa adanya.
13.              Pada umumnya anak masa sekolah dan masa remaja mengalami pertumbuhan jasmani yang
semakin kuat dan sehat. Sedangkan dalam segi ruhani ia mengalami perkembangan
pengetahuan dan kemampuan berpikir yang pesat pula karena ditunjang oleh
hasrat belajar yang sehat serta ingatan yang kuat.
14.              Pemahaman guru terhadap minat dan perhatian peserta didik akan sangat bermanfaat dalam
perencanaan program-program pendidikan maupun pengajaran.
15.              Karakteristik umum pertumbuhan/perkembangan peserta didik ialah ditandai
dengan: Kegelisahan, pertentangan, keinginan mencoba segala sesuatu, menghayal
dan aktivitas berkelompok.

Implikasi proses penyesuaian diri remaja terhadap pendidikan

Lingkungan sekolah sangat berpengaruh pada perkembangan jiwa remaja, karena selain berfungsi sebagai pengajaran, sekolah juga berfungsi sebagai transformasi norma.
Dalam hal ini sekolah memiliki peranan yang tidak jauh dari keluarga, terutama wali kelas dan guru-guru BP.
Maka untuk tujuannya itu sekolah:
1. Menciptakan situasi “betah”.
2. Menciptakan suasana yng menyenangkan.
3. Memahami anak didik menyeluruh.
4. Menggunakan metode dan alat belajar yang menggairahkan.
5. Menggunakan prosedur evaluasi yang memotivasi belajar.
6. Ruangan kelas yang sehat.
7. Tata tertib yang dipahami.
8. Teladan dari para guru.
9. Kerja sama dan saling pengertian para guru.
10. Melaksanakan program BP yang baik.
11. Memiliki kepemimpinan yang penuh pengertian dan tanggung jawab.
12. Hubungan yang baik antara sekolah dan OT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar